Detective Conan

Sabtu, 16 November 2013

Kata Mutiara Dalam Anime Detective Conan

Anime terkenal Detective Conan dengan pasangan yang menurut saya sangat serasi yaitu Shinichi Kudo dan Ran Mouri ini, memiliki banyak kata mutiara baik yang dikatakan tokoh utama atau tokoh-tokoh yang lain.
Anime yang menurutku anime terbaik, dengan cerita detective dan kisah cinta Ran yang setia menunggu Shinichi yang pergi entah kemana, walau sebenarnya dia tetap disisinya menjadi sosok Conan ini menjadi topik kali ini :)

Inilah beberapa kata mutiara dalam anime Detective Conan:


  1. Yang penting bukanlah dari mana kamu dapat pengetahuan itu, tapi dimana kamu bisa menerapkannya (Ai Haibara).
  2. Nyawa bukan masalah orang lain atau diri sendiri! Itu adalah benda berharga yang tidak boleh direnggut! Orang bodoh yang mau menghabisinya sama saja dengan pembunuh! Meski itu milik sendiri (Shizuka Ikenami).
  3. Hal yang tersisa selain hal yang tidak memungkinkan. Walaupun kau tidak mempercayainya, itu adalah kenyataan (Conan Edogawa).
  4. Nyawa itu berharga karena ada batasnya. Dan batas itulah yang bisa membuat kita berjuang (Heiji Hatori).
  5. Keberanian adalah kata kebenaran untuk membangkitkan semangat diri. Tidak boleh digunakan sebagai alasan membunuh orang (Ran Mouri)
  6. Potongan puzzle yang kelihatan berantakan dan bentuknya tak karuanpun , pasti akan berbentuk kalau kita mengubah sudut pasangnya, bukan? (Shinichi Kudo)
  7. Kejar terus bintang sampai batas akhir (Chiba)
  8. Karya seseorang itu mewakili perasaannya (Ai Haibara)
  9. Aku tak mau melihat air matanya lagi. Walaupun aku harus hilang dari hatinya (Conan Edogawa)
  10. Melihat satu kali lebih baik daripada mendengar seratus kali (Conan Edogawa)
  11. Meminjamkan uang tetap saja meminjamkan. Kalau tak mau mengembalikan, lebih baik jangan meminjam. Sebab bunuh diri dalam keadaan berhutang sama saja dengan mencuri (Takako Fuji)
  12. Detective yang berhasil menangkap pelakunya dengan hipotesanya tapi membiarkan si pelaku bunuh diri. Sama saja dengan pembunuh (Conan Edogawa)
  13. Benda yang memiliki bentuk suatu saat pasti akan musnah (Kikuemon)
  14. Hewan liar yang berburu untuk hidup, lebih baik dari orang tamak yang menipu orang lain demi ambisinya (Monjiro Izubuchi)
  15. Aku tak tahu apa alasan manusia untuk saling bunuh, tapi untuk saling menolong tak ada alasan yang logis bukan? (Shinichi Kudo)
  16. Cukup! Kata-kata itu cukup sampai disitu, satu kali kata-kata itu keluar dari mulutmu, kalian tidak akan bisa menariknya kembali. Kata bagai pedang, kalau kalian salah menggunakannya, mereka akan berubah menjadi senjata yang buruk. Persahabatan dapat bertahan seumur hidup kalau masing-masing tidak melakukan pelecehan verbal. sekali kau memutuskan hubungan, kalian mungkin tak akan pernah bertemu lagi (Conan Edogawa)
  17. Waktu adalah hal yang mengerikan. Sebab kesedihan dan kegembiraan pun akan pergi dan hilang bersamanya (Masuyo Namiya)
  18. Titik kecil yang mudah luput dari mata justru lebih esensial dari apapun (Shinichi Kudo) 
  19. Yang namanya keadilan bukanlah hal kecil yang bisa diucapkan sembarangan…. Melainkan hal yang dipendam teguh di dalam hati kita sendiri (Miwako Sato)
  20. Cermin yang memantulkan kejujuran ini. Tidak bisa memantulkan dirimu yang sebenarnya (Ai Haibara)
  21. Tugas sebenarnya dari kami, para dokter bukanlah mengautopsi mayat dan menemukan pembunuhnya melainkan menolong korban dan mencegah pembunuh…. (Tomoaki Araide)
  22. Trik adalah puzzle yang dibuat manusia, jika manusia mau memeras otak suatu saat pasti bisa mendapatkan jawaban yang logis (Shinichi Kudo)
  23. Alasan manusia membunuh sulit untuk dijelaskan walaupun masuk akal, walaupun bisa dipahami tapi tak bisa diakui (Shinichi Kudo)
  24. Manusia punya sisi berlawanan yang tak terlihat mata
  25. Kalau hitam dan hitam bersatu, tetap saja jadi hitam (Gil)
  26. Jangan lari… jangan lari dari takdirmu sendiri (Conan Edogawa)
  27. Sembunyi dengan rasa takut karena mungkin suatu saat akan ditemukan, sangat menyengsarakan (Ai Haibara)
  28. Sebab, naluri detective bisa merasakan hawa mereka yang memiliki nafsu membunuh (Conan Edogawa)
  29. Benda yang tersisa kecuali yang tidak ada, semuanya tidak bisa dipercaya. Dan itu memang benar. (Heiji Hattori. Kata-kata yang pernah diucapkan Shinichi kudo)
  30. Orang yang sukses adalah orang yang tahu kesempatan. Jika suatu saat kita bertemu kesempatan yang sama tapi dilewatkan, kesempatan itu tak akan datang lagi walau ditunggu berapa lama pun (Furuyo Senma)
  31. Daripada masuk kuburan kehidupan karena menikah. Aku akan lebih tenang jika terus menatap dari jauh tanpa cinta yang berbalas. Mimpipun tak akan hancur karenanya (Terumi
  32. Wanita punya rahasia yang tak mau diketahui orang lain, karena itu mereka juga sering mempertaruhkan hal yang mustahil (Terumi
  33. Bagian paling keras setelah gigi yang bisa digunakan orang biasa sebagai senjata untuk memotong kuku asli yang tajam seperti pisau (Conan Edogawa)
  34. Secerdas apapun rencana yang disusun, yang akan tersenyum pada akhirnya bukanlah si penjahat…. (Heiji Hattori)
  35. Yang begitu sih dari awal juga bukan teman! Sama saja seperti mesin penjual jus kaleng, kau akan bisa melepas dahaga jika kau memasukkan uangmu, tapi… tanpa uang kau tak akan mendapatkan apapun. Uang tidak bisa membeli hati manusia (Ai Haibara)
  36. Pasti dia tidak bisa bilang walaupun ingin, sebab ‘selamat tinggal’ adalah kata-kata menyedihkan yang akan menusuk perasaan bersama. (Ai Haibara)
  37. Bodoh, jangan menilai dari penampilan….  Seperti duri pada mawar yang indah…. Kita tidak tahu apa yang ada dalam pikiran orang, orang yang terlihat baik hati diluar, perlu kita ragukan hatinya (Ai Haibara)

Lagu Indo Dengan Makna Mendalam

Inilah beberapa lagu yang menurutku memiliki arti yang cukup mendalam. Bagiku, bukan hanya lirik yang puitis yang membuat lagu tersebut terasa mendalam, namun juga dari segi penjiwaan sang penyanyi.
#Sok tau Hehehehe :)
Kebanyakan sih lagu yang sering aku dengerin saat galau,
Dan itu membuat acara galauku semakin menjadi-jadi. Dasar cengeng :')
Dan inilah lagu-lagu pilihanku:

1. Judika-Bukan dia tapi aku

Menurutku Judika menyanyikan lagu ini dengan penuh emosi sehingga membawa para pendengar untuk merasakan apa yang ingin dia sampaikan melalui lagu ini. Keren banget.
Dan lirik ini yang paling aku suka:

CintakuCukup aku yang rasakanJangan dia jangan diaCukup aku

2. New Eta-Dalam pekatnya

Lagu dengan nada yang sederhana namun arti yang cukup bermakna. Setidaknya untukku :D
Lirik yang kusuka:

Aku mungkin jatuh hati
Tapi pasti patah lagi
Adilkah ini?
Aku ingin jatuh hati
Tapi pasti patah lagi
Adilkah ini?

3. Hijau Daun-Aku dan air mata

Lagu yang makna seolah air matalah yang menjadi teman dalam setiap laranya, dan lirik yang kusuka:

Wahai kau air mataku
Hanya engkaulah saksi hidupku
Saat aku kehilangannya
Saat aku kehilangannya

4. Ungu-Luka disini

Masa lalu? Siapa yang tidak punya masa lalu yang cukup menyedihkan untuk dikenang kembali? Nah, lagu ini menerangkan tentang kenangan masa lalu yang indah dan ternyata sudah tak ada lagi kini. Ini lirik terbaiknya:

Biarkan berlalu
Rasa cinta ini dihati
Ku tak bisa tuk menahan
Aku luka disini

5. Kotak-Kecuali kamu

Rasa suka yang menyedihkan dan menyakitkan? Mungkin ini makna singkat dari lagu ini. Aku banget  :D

Kecuali kamu
Cuma sama kamu
Kecuali kamu
Aku tak mengerti
Mengapa ku rasa 
Sakit sekali mencintaimu
Mencintaimu

6. Noah-Menunggu pagi

Seolah menunggu sesuatu yang menyenangkan dan dapat mengubah kegelapan dalam hidup menjadi suatu cahaya terang. Kurang lebih itu arti lagu ini. Lelah memang jika harus menunggu sesuatu memberikan warna keceriaan dalam kehidupan yang monoton seperti ini :')

Malam begini
Malam tetap begini
Entah mengapa 
Pagi enggan kembali

7. Ada Band-Manusia bodoh

Lagu yang pernah dinyanyikan seseorang :)
Kurang lebih maknanya adalah seseorang yang dipermainkan oleh seseorang yang dulu pernah menjadi suatu kebahagiaan dalam masa lalunya. Ironis sekali, dan lirik ini yang aku suka:

Hanya kepedihan
Yang selalu datang menertawakanku
Dia belahan jiwa
Tega menari indah
Di atas tangisanku

Itulah lagu-lagu bermakna menuruti saya. Dan ini mungkin akan menjadi part yang pertama.
Sebenarnya masih banyak lagi lagu yang lebih menyayat hati, baik dalam negri maupun luar.
Jadi tunggu di part selanjutnya ya.... :)

Selasa, 12 November 2013

Cerpen: Rasa Hidupnya


RASA HIDUPNYA


Mendung pekat telah memayungi kota kecil ini. Sebuah kota kecil yang terletak di tengah pulau Jawa. Citra mempercepat laju kakinya, ia tidak ingin terkena marah tantenya lagi, jika sampai seragamnya basah karena hujan. Seragam yang ia dapatkan dengan bersusah payah. Seragam dari sekolah ternama di desa kecil itu,  yang ia dapatkan dengan beasiswa.
Nafasnya memburu memerintahkannya untuk menghentikan langkah yang semakin tidak terkendali. Namun pikirnya tidak ingin menuruti, ia ingat kemarin ketika tantenya marah besar kepadanya saat ia lihat seragam yang ia kenakan telah basah oleh air hujan. Semakin lama langkahnya semakin melambat, tidak sebanding dengan keringatnya yang bercucuran.

“Akhirnya…” suaranya bahkan hampir tak terdengar lagi. Dengan pelan dan berhati-hati, ia menapakkan kakinya masuk ke dalam rumah. Dengan takut-takut ia melirik ke sebelah kanan ruang tamu yang tidak begitu besar itu. Disana duduk tantenya yang sedang membaca Koran harian. Ia hendak menyapa namun takut apabila apa yang ia lakukan itu salah, dan akhirnya ia berjalan dengan pelan kebelakang.

Citra duduk di tempat tidurnya yang tidak bisa jika dikatakan empuk. Di kamarnya sama sekali tidak ada sesuatu yang berharga. Ruangan sempit itu hanya bermuat tempat tidur kecil, lemari baju usang, dan sebuah meja belajar. Dan ia harus menerima semuanya dengan lapang dada. Dan lagi-lagi, Citra menangis dalam diam.

Semenjak ayahnya yang merupakan dosen di sebuah Universitas terkenal meninggal dunia karena kanker, serta tak lama setelah itu ibunya menyusul karena tertabrak mobil, ia dan adiknya harus di titipkan kepada keluarga yang lain. Sekarang bahkan ia bisa dibilang tidak pernah bertemu dengan adiknya lagi. Apa ia sehat? Apa ia baik-baik saja disana? Hanya itulah yang ada di pikirannya.

Seketika pinta dibuka dengan kasar dan menyebabkan pintu lapuk yang mengeluarkan bunyi itu hampir saja roboh. “Pekerjaanmu masih banyak…” suara melengking tantenya segera saja membuatnya reflek  berdiri dengan takut. Ia mengangguk dan kemudian berjalan ke belakang. Setelah ia mengganti pakaian, semua pekerjaan di rumah itu adalah miliknya, yang artinya harus ia kerjakan sendiri.

Terkadang ia lelah dan ingin istirahat, namun ia tidak kuat jika harus terkena marah oleh tantenya lagi dan lagi. Ia sangat rindu dengan keluarganya yang dulu, keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah. Hidupnya dulu serba kecukupan, ayah dan ibunya dulu sangat menyayangi dia dan adiknya. Namun tanpa disadari, semua hanya membutuhkan waktu beberapa jam untuk mengubahnya menjadi sesuatu yang benar-benar terbalik dari sebelumnya.

Ia sadar, hidupnya tak akan bisa di kembalikan lagi seperti dulu. Sering sekali ia merasa lelah dan ingin segera mengakhiri semuanya, namun kepercayaan akan bantuan Allah telah mengalahkan segala keputus asaannya. Adiknya, sekarang hanya ia yang bisa membuatnya bahagia. Mungkin belum begitu lama mereka berpisah, namun apa daya, jika rindu telah menyelimutinya.

Hari demi hari ia lalui dengan tetesan peluh yang tidak sedikit, bahkan di sela tetes demi tetes itu ada juga air mata yang tercampur di dalamnya. Ia selalu berdoa dan memohon bantuan akan semua yang ia hadapi. Dan suatu pagi yang suram karena sedari tadi hujan turun tiada tanda ungkapan berhenti. “Tante…” dengan takut ia memanggil tantenya yang tengah duduk di lincak atau biasa di sebut dengan kursi bambu.

Tantenya menoleh dengan kasar dan menatapnya seolah ingin berkata ‘kau hanya menggangguku, untuk apa kau kemari. Cepat selesaikan pekerjaanmu!’  namun semua itu tak membuat hati Citra gontai, ia bahkan memberanikan dirinya untuk mendekat ke arah tantenya. “Tante, apa Citra boleh bertemu adik?” tanyanya takut-takut. Lama tidak ada jawaban dari tantenya, Citra hanya menunggu dengan jantung yang semakin berdegub cepat.

“Kau tahu, untuk pergi ke tempat adikmu itu harus menggunakan kendaraan umum karena tempatnya jauh. Dan kau tahu kendaraan umum itu membutuhkan duit…!” mendadak tantenya langsung menjawab dengan teriakan yang membuat beberapa tetangga sekitar menoleh. Citra hanya menundukkan kepala dan kemudian masuk kembali ke rumah.
Di kamarnya, ia meremas-remas ujung kaosnya, ia tidak ingin menangis. Ia ingin menjadi tegar seperti apa yang telah ia katakan kepada adiknya dulu sebelum mereka berpisah. Namun semakin lama ia menahan tangisnya, kepalanya justru sakit dan ia menghentikan meremas kaosnya. Citra bangkit dan menuju ke belakang.

Ia menatap sumur tua yang ada di belakang rumah. Ia harus menimba air dari bawah sana untuk mandi, mencuci serta memasak. Dan kini ia hanya memandangi bayangan yang terpantul di dalam sumur itu. Ia bahkan tidak tahu apa yang sedang ia pikirkan, namun ia merasakam ada kedamainan tersendiri baginya jika menatap jauh ke dalam sana.
Dan akhirnya ia duduk di balik sumur sambil menekuk lutut. “Apa yang harus aku lakukan?” jeritnya dalam sunyi. “Aku hanya ingin bertemu dengan adikku, kenapa itu sangat sulit…?” sambungnya lagi. Ia menangis, ia rindu akan semuanya yang pernah ia miliki. Awalnya ia tertawa akan semua hal, dan sekarang ia menangis, dan inilah dunia yang tidak bisa kita prediksi.
Dan malam itu, Citra mengemasi barang-barangnya. Ia berniat untuk keluar dari rumah tantenya yang sudah bagai penjara baginya. “Aku telah berjanji akan menjadi anak yang baik disini. Namun jika seperti ini terus, aku bisa gila nantinya” katanya seraya keluar dari jendela. Dalam kegelapan desa kecil, ia berjalan tanpa mengenal takut. Ia selalu berdoa kepada Allah agar apa yang ia lakukan tidak mendapatkan rintangan.

Ia berjalan cukup jauh. Dan kini ia tersesat, ia sama sekali tidak memikirkan semuanya dengan matang. Ia hanya menuruti hatinya yang ingin segera bertemu dengan adiknya dan bersama lagi menghadapi kehidupan yang berat bagi mereka. Ia tidak memiliki uang yang cukup untuk naik kendaraan umum. Dan kini ia hanya duduk sendiri di depan sebuah toko yang kebetulan tutup.

Dan tanpa modal apapun, ia memutuskan untuk bekerja. Ia melamar menjadi pelayan toko di berbagai tempat, namun semuanya menolaknya. Dan hanya ada sebuah toko, toko alat tulis tua yang mau menerimanya karena kasihan melihat keadaannya yang kini telah memburuk. Sepasang suami istri pemilik toko memperlakukannya seperti anak sendiri, dan ia merasa sangat beruntung.

Sampai suatu hari pasangan suami istri itu sepakat untuk menyekolahkan Citra lagi. dan kini ia duduk di kelas 1 SMA. SMA standar di kota yang bahkan tidak ia tahu itu. Karena kesadarannya akan balas budi, ia berusaha keras agar mendapat peringkat 1 di kelas agar pasangan suami istri yang telah menyekolahkannya itu tidak merasa sia-sia melakukan hal mulia itu.

Karena pasangan suami istri itu tidak memiliki anak, akhirnya mereka mengangkat Citra menjadi anaknya. Citra disekolahkan hingga ia sarjana, dan sekarang ia sudah bekerja di salah satu perusahaan ternama di kota besar yang jauh dari sana. Ia bekerja dengan sungguh-sungguh dan sedikit melupakan tentang adiknya. Semenjak ia sekolah dan kini bekerja, ia sudah jarang bahkan bisa di bilang tidak pernah menangis ataupun mengatakan bahwa ia rindu dengan adiknya.

Seakan hanya sebuah berkas kenangan, adik kecil yang selalu ia rindukan tiba-tiba hilang begitu saja dari pikirannya. Ia terlalu sibuk bekerja dan telah mendapatkan gaji yang tidak bisa dibilang sedikit, hingga kini ia bahkan telah lupa akan pasangan suami istri yang telah menyekolahkannya. Ia menjadi gadis yang sombong dan selalu membanggakan dirinya.
Pasangan suami istri yang kini hidup di desa merasa prihatin akan dia yang sudah tidak pernah menghubunginya. Sampai mereka melihat di Koran-koran dan televisi bahwa Citra telah menjadi sebuah direktur di perusahaan ternama. Mereka menangis, mereka bahagia karena usaha mereka tak sia-sia, namun mereka juga sedih karena bukan ini yang mereka inginkan. Mereka ingin Citra menjadi anak yang selalu ingat tidak seperti ‘kacang lupa kulitnya’.

Sampai suatu hari, seorang pemuda datang ke kantornya. “Selamat siang, ada apa?” tanya Citra dengan nada sombongnya. Pemuda itu hanya tersenyum dan kemudian duduk tanpa dipersilahkan. “Anda Aulia Citra?” tanya pemuda itu dengan sangat berwibawa. “Ya” jawab Citra tegas. Dan sekali lagi pemuda itu hanya tersenyum. “Ada yang bisa saya bantu?” kata Citra, namun perkataannya tak kunjung pemuda itu jawab.

Dan seketika pemuda itu menjulurkan tangannya. Tidak, ia tidak ingin bersalaman dengan Citra namun ia ingin menunjukkan sesuatu di tangannya. Ia menunjukkan sebuah luka jahitan panjang di tangannya. “Apa maksudmu? Aku ini direktur perusahaan, bukan dokter kulit…” katanya dengan ketus.

Pemuda itu kemudian menarik kembali tangannya. “Anda lihat luka jahitan saya?” tanya pemuda itu masih dengan senyumnya. Citra mengangguk remeh. “Mungkin lukanya telah sembuh, namun bekasnya masih tersisa…” seru pemuda itu. Citra semakin bingung dan menyernyitkan keningnya. “Apa maksudmu mengatakan hal yang tidak penting?” tanyanya dengan ketus.

Pemuda itu tersenyum, kali ini senyumnya adalah sebuah senyum yang meremehkan. “Anda benar-benar sudah buta. Maksud saya menunjukkan luka itu kepada anda, adalah agar anda mengingat semuannya dari awal. Anda ingat dia…?” pemuda itu menjulurkan foto kepada Citra. Itu adalah foto adik Citra ketika ia masih kecil dulu. Citra terkejut dan memandang foto itu lekat-lekat.

“Dicky Kusuma, dia adikmu bukan? Kenapa kau baru terkejut sekarang? kenapa kau baru terkejut setelah semuanya terlambat. Kau benar-benar telah buta. Seperti yang aku katakan tadi, lukaku sudah tidak sakit, namun bekasnya masih terpampang dengan jelas. Dan kau hanya menganggapnya sebagai bekas luka yang tak ada artinya, kau tidak pernah  mengingat kembali bagaimana luka itu bisa terjadi, meski itu sakit…” pemuda itu berhenti dan mengambil nafas.

“Citra, kau sombong. Kau lupakan semuanya. Dulu memang kau telah bekerja keras untuk mencapai semua ini, namun kau melupakan awal dari bagaimana kau bisa seperti ini. Kau telah melupakan pasangan suami istri yang dulu menyekolahkanmu, kau telah melupakan adikmu yang memberimu semangat. Kau lupa mereka semua…” Citra menangis terisak.

“Kenapa kau menangis. Kau sudah bahagia bukan? Dan aku hanya ingin menyampaikan. Jika semuanya sudah kembali sekarang. Adikmu, tantemu, pasangan suami istri yang telah menyekolahkanmu mereka semua sudah tidak ada di dunia ini. Dan yang mereka inginkan ialah melihatmu menjadi sukses seperti ini. Ingat, sekarang kau telah dapatkan apa yang kau mau, namun kau melupakan apa yang kau butuhkan. Nikmatilah hidupmu, Citra…” pemuda itu beranjak dan pergi dari sana.

Sesaat setelah pemuda itu melangkah meninggalkan perusahaan, tiba-tiba terdengar bunyi ledakan yang sangat keras dan api berkobar dimana-mana memakan semua yang ada di sana. Perusahaan itu kini telah menjadi puing-puing yang tidak berarti. Dan pemuda itu memandangi Citra yang terseok-seok melangkah menjauhi bangunan itu.

“Kembalilah berusaha. Maka kau akan mengerti semuanya dengan jelas. Kau seharusnya merasa beruntung. Sekarang kau bisa mengulang semuanya dari awal.  Berusahalah…” pemuda itu melangkah pergi.


“Kakak…” sambungnya sambil melangkah pergi meninggalkan tempat itu.

Puisi : Rintih keruh sang Bintang

RINTIH KERUH SANG BINTANG


Kala bintang tergores luka,
Dia mulai bercerita ria
Tentang air mata awal sebuah derita

Petang sudah membayang kelam dalam pelupuk mata
Namun dia masih saja meringkuk pilu dalam pikirnya
Tersesat dalam sudut pencariannya

Dia setia
Setia dalam waktu penuh asa
Kesunyian dalam katanya
Curahkan makna dibalik tawa
Cucuran deritanya seakan tak kasap mata
Dan hidupnya penuh dengan tawa sang lara

Ia sudah muak dengan sinarnya
Sinar luka pembawa derita
Yang kian adu harap asanya